Ultimatum untuk PSSI dan Kluivert: Menolak Percaya Proses

Bali, PaFI Indonesia — Belum juga tiba ke Indonesia, Patrick Kluivert sudah diultimatum suporter Timnas Indonesia dengan kalimat: menolak percaya proses.
Keputusan PSSI memecat Shin Tae Yong di tengah perjalanan fase ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 dianggap sebagian besar suporter gegabah. Ini bukan soal benar atau salah.

Idealnya, menurut mereka, masa depan Shin ditetapkan setelah kans lolos ke Piala Dunia 2026 habis. Namun, karena nasi sudah menjadi bubur, publik mencoba berdamai.

Dukungan ke Timnas Indonesia, ke PSSI, ke Kluivert tetap dijunjung, tetapi tak lagi bicara proses. Pergantian pelatih dianggap sebagai momentum meraih prestasi.

Tentu prestasi yang dimaksud bukan langsung juara Piala Dunia 2026. Prestasi yang dipahami adalah lolos langsung ke putaran final Piala Dunia 2026 tanpa play off.

Saat ini tim Merah Putih menempati peringkat ketiga Grup C dengan poin enam, sama dengan poin Arab Saudi, Bahrain, dan China. Adapun Australia sudah mengumpulkan tujuh poin.

Dengan tersisa empat laga, artinya skuad Garuda minimal meraih tiga kemenangan dalam empat pertandingan tersisa agar bisa menjadi runner up Grup C di bawah Jepang.

Jika hanya meraih dua kemenangan, misalnya hanya dari dua laga kandang, kans lolos langsung akan mengecil. Potensinya hanya lolos ke putaran keempat.

Inilah yang tidak diinginkan sebagian besar fan Timnas. Kalau hanya lolos ke putaran keempat kualifikasi, buat apa sampai membuat kegaduhan dengan memecah pelatih.

Kini, di dalam benak suporter, tak ada lagi kata-kata manis ‘proses’. Bukan saatnya lagi bicara proses. Hanya ada satu kata buat Kluivert, ‘prestasi’.

Hadirnya Kluivert dan rencana pendek PSSI menaturalisasi pemain keturunan tambahan dari Belanda, sudah cukup jadi alasan bahwa prestasi adalah harga mati.

Perginya Shin Tae Yong sama sekali tak membuat lini masa media sosial adem. Sebaliknya publik seperti dalam mode ‘perang gerilya’ menyambut kedatangan Patrick Kluivert.
Situasi ini bisa dipandang dari sudut negatif dan positif. Negatifnya perang narasi kubu pro dan kontra tetap menggelinjang dan membuat tak nyaman sebagian besar kalangan.

Positifnya, ini alarm bagi PSSI dan Kluivert. Kini langkah dan kebijakan PSSI akan semakin diawasi dengan kritis. Narasi puja puji sosok tak akan laku lagi.

Kluivert juga bisa jadi tersadar bahwa asa yang diembannya sangat besar. Ekspektasi publik atas sentuhan tangan dinginnya sangat tinggi. Kluivert tak boleh main-main.

Jangankan kalah dari Bahrain di kandang pada 25 Maret, kalah dari Australia saat tandang, sudah bisa memantik jemari netizen membuat notifikasi handphone Kluivert jebol.

Netizen Indonesia memang termasuk fan sepak bola yang belum bisa dikontrol. Demokrasi netizen Indonesia begitu bebas, bahkan sampai tahap kebablasan.

Teror media sosial ini niscaya akan diterima Kluivert dari sejak laga melawan Australia. Tentu saja tak hanya Kluivert, Ketua Umum PSSI juga akan menjadi sasaran teror.

Oleh sebab itu PSSI dan Kluivert sedari Minggu (12/1), sebagai hari perkenalan resmi sang pelatih di Jakarta, harus langsung bergerak melakukan langkah persiapan lawan Australia.

Tak ada lagi istilah Kluivert butuh waktu mengenal karakter pemain Timnas. Publik tak ingin mendengar Kluivert dibela butuh waktu menjalin chemistry dengan skuad.

Kini, langkah perjudian Ketua Umum PSSI mengganti Shin dengan Kluivert di tengah jalan telah membuat paradigma dukungan suporter Timnas Indonesia berubah 180 derajat.

Dan, kesadaran itu akhirnya mengemuka, bahwa proses itu untuk tim usia muda. Inilah ultimatum suporter Timnas ke PSSI dan Kluivert: lolos langsung ke Piala Dunia 2026.